Powered By Blogger

Selasa, 23 Juli 2013

Jenis-Jenis Praanggapan (Presupposition)



Setelah menjelaskan tentang presupposition atau praanggapan secara definitif, kali ini penulis akan mencoba menjabarkan tentang jenis-jenis praanggapan. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa praanggapan terbentuk dari anggapan yang ditarik berdasarkan konteks suatu kalimat atau pernyataan itu diucapkan. Konteks disini dapat berupa situasi, pembicara, lokasi, dan lain-lain. Praanggapan (presuposisi) juga sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule; 2006:46).
Berikutnya Yule menyatakan adanya beberapa jenis Praanggapan yang masing-masing memiliki penanda dalam tuturan, Praanggapan adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur dalam suatu pernyataan tutur dan setelahnya aka nada keterikatan (entailment) yang memiliki makna yang diasumsikan pada sebuah tuturan. Praanggapan juga diperlakukan layaknya dua proposisi atau usulan dalam sebuah tuturan. Kemudian Yule mengklasifikasikan Praanggapan ke dalam enam tipe yang dilihat dari kata-kata yang digunakan dalam tuturan tersebut (Yule, 1996:25)
Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam enam jenis, yaitu existential presupposition (praanggapan eksistensial), factive presupposition (praanggapan faktual), lexical presupposition (praanggapan leksikal), Structural presupposition (praanggapan struktural), nonfactive presupposition (praanggapan nonfaktual), dan counter factual presupposition (praanggapan berlawanan). Berikut ini penjelasan dari jenis-jenis praanggapan beserta contoh praanggapan:
1.      Existential presupposition (praanggapan eksistensial)
Yaitu praanggapan yang tidak hanya diasumsikan keberadaannya dalam kalimat-kalimat yang menunujukkan kepemilikan, tetapi lebih luas lagi keberadaan atau eksistensi dari pernyataan dalam tuturan teresebut. Praanggapan eksistensial menunujukkan bagaimana keberadaan atas suatu hal dapat disampaikan lewat praanggapan. 
Contoh:

Ada yang mencuri motor Andi

Praanggapan dalam tuturan tersebut menyatakan keberadaan, yaitu:
(a)  Ada motor
(b)  Ada pencuri
(c)   Ada orang yang bernama Andi
Ada banyak praanggapan yang mungkin muncul dalam tuturan ada yang mencuri motor Andi, tetapi tiga praanggapan di atas dapat mewakili tuturan tersebut.
2.      Factive presupposition (praanggapan faktual)
Praanggapan ini muncul dari informasi yang ingin disampaikan dinyatakan dengan kata-kata yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini kebenarannya. Kata-kata yang bisa menyatakan fakta dalam tuturan adalah kata kerja yang dapat memberikan makna pasti dalam tuturan tersebut.
Contoh:

Andi  sepertinya demam dan tidak menyadari bahwa di luar sedang hujan deras

Dalam kalimat di atas praanggapannya adalah
(a)  Andi demam
(b)  Di luar sedang hujan deras
Pernyataan itu menjadi faktual krena telah disebutkan dalam tuturan. Penggunaan kata ‘mengetahui’, ‘sadar’, ‘mau’ adalah kata-kata yang menyatakan sesuatu yang diisyaratkan sebagai sebuah fakta dari sebuah tuturan. Walaupun dalam sebuah tuturan tidak terdapat kata-kata tersebut, kefatualan suatu tuturan yang muncul dalam praanggapan bisa dilihat dari partisipan tutur, konteks situasi dan juga pengetahuan bersama.
3.      Lexical presupposition (praanggapan leksikal)
Praanggapan ini merupakan praanggapan yang didapat melalui tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan. Bedanya dengan factive presupposition tuturan yang merupakan lexical presupposition dinyatakan dengan cara tersirat sehingga penegasan atas praanggapan tuturan tersebut bisa didapat setelah pernyataan dari tuturan tersebut.
Contoh:

Andi berhenti merokok setelah di PHK

Praanggapan dari tuturan di atas adalah
(a)  Dulu Andi merokok
(b)  Dulu Andi bekerja
Praanggapan tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata ‘berhenti’ dan di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang menyatakan Andi pernah merokok dan bekerja sebelumnya, namun sekarang sudah tidak lagi.
4.      Structural presupposition (praanggapan struktural)
Praanggapan ini adalah praanggapan yang dinyatakan melalui tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami tanpa melihat kata-kata yang digunakan. Dalam bahasa Inggris, penggunaan struktur terlihat dalam “wh-questions” yang langsung dapat diketahui maknanya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kalimat-kalimat tanya juga dapat ditandai melalui penggunaan kata tanya dalam tuturan. Kata tanya seperti apa, siapa, di mana, mengapa dan bagaimana menunujukkan praanggapan yang muncul dari tuturan tersebut.
Contoh:

Ada apa dalam lemari itu?

Tuturan di atas menunjukkan praanggapan yaitu:
(a)  Ada sesuatu yang tersimpan dalam lemarimengetuk pintu
(b)  Lemari tersebut kosong
Praanggapan yang menyatakan ‘sesuatu’ sebagai obyek yang dibicarakan dan dipahami oleh penutur melalui struktur kalimat tanya yang menanyakan ‘apa’.
5.      Non-factive presupposition (praanggapan nonfaktual)
Praanggapan ini adalah praanggapan yang masih memungkinkan adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti dan masih ambigu atau bias.
Contoh:

Seandainya saya memiliki sebuah mobil

Dari tuturan di atas praanggapan yang muncul adalah
(a)  Saya tidak memiliki sebuah mobil
Penggunaan kata ‘seandainya’ sebagai pengandaian bisa memunculkan praanggapan non faktual. Selain itu, praanggapan yang tidak faktual bisa diasumsikan melalui tuturan yang kebenarannya masih diragukan dengan fakta yang disampaikan.  
6.      Counter factual presupposition (praanggapan dengan fakta yang berlawanan atau konter-faktual)
praanggapan ini menghasilkan pemahaman yang berkebalikan dari pernyataannya atau kontradiktif. Kondisi yang menghasilkan praanggapan seperti ini biasanya dalam tuturannya mengandung ‘if-clause’ atau pengandaian. Hasil yang didapat menjadi kontradiktif dari pernyataan sebeblumnya.
Contoh:

Kalau hari ini Sinta datang, dia akan bertemu dengan Andi.

Dari contoh tuturan di atas, kita dapat melihat praanggapan yang muncul adalah:
(a)  Sinta tidak datang
(b)  Sinta tidak bertemu Andi
Praanggapan tersebut muncul dari kontradiksi kalimat dengan adanya penggunaan kata ‘kalau’. Penggunaan kalau membuat praanggapan yang kontradiktif dari tuturan yang disampaikan.
Pembagian jenis-jenis praanggapan yang diuraikan Yule tersebut menunjukkan tuturan dapat menimbulkan praanggapan bahkan sampai hal terkecil. Namun dengan adanya penanda dari tiap-tiap praanggapan tersebut, Yule membagi praanggapan ke dalam enam jenis dengan cara melihat kata-kata apa yang dipakai dalam sebuah tuturan.

Referensi

Yule, G. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

Yule, G. 2006. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar