Setelah menjelaskan
tentang presupposition atau
praanggapan secara definitif, kali ini penulis akan mencoba menjabarkan tentang
jenis-jenis praanggapan. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa praanggapan
terbentuk dari anggapan
yang ditarik berdasarkan konteks suatu kalimat atau pernyataan itu diucapkan.
Konteks disini dapat berupa situasi, pembicara, lokasi, dan lain-lain. Praanggapan
(presuposisi) juga sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa,
dan struktur (Yule; 2006:46).
Berikutnya Yule
menyatakan adanya beberapa jenis Praanggapan yang masing-masing memiliki
penanda dalam tuturan, Praanggapan adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur
dalam suatu pernyataan tutur dan setelahnya aka nada keterikatan (entailment) yang memiliki makna yang
diasumsikan pada sebuah tuturan. Praanggapan juga diperlakukan layaknya dua
proposisi atau usulan dalam sebuah tuturan. Kemudian Yule mengklasifikasikan Praanggapan
ke dalam enam tipe yang dilihat dari kata-kata yang digunakan dalam tuturan
tersebut (Yule, 1996:25)
Yule
mengklasifikasikan praanggapan ke dalam enam jenis, yaitu existential presupposition (praanggapan eksistensial), factive presupposition (praanggapan
faktual), lexical presupposition (praanggapan
leksikal), Structural presupposition (praanggapan
struktural), nonfactive presupposition (praanggapan
nonfaktual), dan counter factual
presupposition (praanggapan berlawanan). Berikut ini penjelasan dari
jenis-jenis praanggapan beserta contoh praanggapan:
1. Existential presupposition (praanggapan eksistensial)
Yaitu praanggapan yang tidak hanya
diasumsikan keberadaannya dalam kalimat-kalimat yang menunujukkan kepemilikan,
tetapi lebih luas lagi keberadaan atau eksistensi dari pernyataan dalam tuturan
teresebut. Praanggapan eksistensial menunujukkan bagaimana keberadaan atas
suatu hal dapat disampaikan lewat praanggapan.
Contoh:
Ada yang
mencuri motor Andi
Praanggapan dalam tuturan tersebut menyatakan
keberadaan, yaitu:
(a) Ada motor
(b) Ada pencuri
(c) Ada orang
yang bernama Andi
Ada banyak
praanggapan yang mungkin muncul dalam tuturan ada yang mencuri motor Andi, tetapi tiga praanggapan di atas dapat
mewakili tuturan tersebut.
2. Factive presupposition (praanggapan faktual)
Praanggapan ini muncul dari informasi yang
ingin disampaikan dinyatakan dengan kata-kata yang menunjukkan suatu fakta atau
berita yang diyakini kebenarannya. Kata-kata yang bisa menyatakan fakta dalam
tuturan adalah kata kerja yang dapat memberikan makna pasti dalam tuturan
tersebut.
Contoh:
Andi sepertinya demam dan tidak menyadari bahwa di
luar sedang hujan deras
Dalam kalimat di atas praanggapannya adalah
(a) Andi demam
(b) Di luar
sedang hujan deras
Pernyataan
itu menjadi faktual krena telah disebutkan dalam tuturan. Penggunaan kata
‘mengetahui’, ‘sadar’, ‘mau’ adalah kata-kata yang menyatakan sesuatu yang
diisyaratkan sebagai sebuah fakta dari sebuah tuturan. Walaupun dalam sebuah
tuturan tidak terdapat kata-kata tersebut, kefatualan suatu tuturan yang muncul
dalam praanggapan bisa dilihat dari partisipan tutur, konteks situasi dan juga
pengetahuan bersama.
3. Lexical presupposition (praanggapan leksikal)
Praanggapan ini merupakan praanggapan yang
didapat melalui tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan.
Bedanya dengan factive presupposition tuturan
yang merupakan lexical presupposition dinyatakan
dengan cara tersirat sehingga penegasan atas praanggapan tuturan tersebut bisa
didapat setelah pernyataan dari tuturan tersebut.
Contoh:
Andi
berhenti merokok setelah di PHK
Praanggapan dari tuturan di atas adalah
(a) Dulu Andi
merokok
(b) Dulu Andi
bekerja
Praanggapan
tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata ‘berhenti’ dan di PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja) yang menyatakan Andi pernah merokok dan bekerja sebelumnya,
namun sekarang sudah tidak lagi.
4. Structural presupposition (praanggapan struktural)
Praanggapan ini adalah praanggapan yang
dinyatakan melalui tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami tanpa
melihat kata-kata yang digunakan. Dalam bahasa Inggris, penggunaan struktur
terlihat dalam “wh-questions” yang
langsung dapat diketahui maknanya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
kalimat-kalimat tanya juga dapat ditandai melalui penggunaan kata tanya dalam
tuturan. Kata tanya seperti apa, siapa,
di mana, mengapa dan bagaimana menunujukkan
praanggapan yang muncul dari tuturan tersebut.
Contoh:
Ada apa
dalam lemari itu?
Tuturan di atas menunjukkan praanggapan
yaitu:
(a) Ada sesuatu
yang tersimpan dalam lemarimengetuk pintu
(b) Lemari tersebut
kosong
Praanggapan yang
menyatakan ‘sesuatu’ sebagai obyek yang dibicarakan dan dipahami oleh penutur
melalui struktur kalimat tanya yang menanyakan ‘apa’.
5. Non-factive presupposition (praanggapan nonfaktual)
Praanggapan ini adalah praanggapan yang masih
memungkinkan adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak
pasti dan masih ambigu atau bias.
Contoh:
Seandainya saya
memiliki sebuah mobil
Dari tuturan di atas praanggapan yang muncul
adalah
(a) Saya tidak
memiliki sebuah mobil
Penggunaan kata
‘seandainya’ sebagai pengandaian bisa memunculkan praanggapan non faktual. Selain
itu, praanggapan yang tidak faktual bisa diasumsikan melalui tuturan yang
kebenarannya masih diragukan dengan fakta yang disampaikan.
6. Counter factual presupposition (praanggapan dengan fakta yang berlawanan
atau konter-faktual)
praanggapan ini menghasilkan pemahaman yang
berkebalikan dari pernyataannya atau kontradiktif. Kondisi yang menghasilkan
praanggapan seperti ini biasanya dalam tuturannya mengandung ‘if-clause’ atau pengandaian. Hasil yang
didapat menjadi kontradiktif dari pernyataan sebeblumnya.
Contoh:
Kalau hari
ini Sinta datang, dia akan bertemu dengan Andi.
Dari contoh tuturan di atas, kita dapat
melihat praanggapan yang muncul adalah:
(a) Sinta tidak
datang
(b) Sinta tidak
bertemu Andi
Praanggapan tersebut
muncul dari kontradiksi kalimat dengan adanya penggunaan kata ‘kalau’. Penggunaan
kalau membuat praanggapan yang
kontradiktif dari tuturan yang disampaikan.
Pembagian jenis-jenis
praanggapan yang diuraikan Yule tersebut menunjukkan tuturan dapat menimbulkan praanggapan
bahkan sampai hal terkecil. Namun dengan adanya penanda dari tiap-tiap
praanggapan tersebut, Yule membagi praanggapan ke dalam enam jenis dengan cara
melihat kata-kata apa yang dipakai dalam sebuah tuturan.
Referensi
Yule,
G. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar