Pragmatik (pragmatics) berasal dari bahasa latin “pragmaticus” yakni turunan dari bahasa
Yunani (pragmatikos) yang berarti “fit for action” (tepat untuk berbuat).
Salah satu
makna utama dari kata Yunani “pragma”
(1) dalam konteks ini sinonimnya “praksis”,
bisa berarti tindakan atau lakukan. Arti sentral lainnya mengacu secara faktual
dan nyata. Ini adalah makna sentral pertama yang gagasan kerjanya berorientasi "Praxis" (2) / "practical" terkait dengan
bidang yang berkembang. Makna utama kedua yang berkembang adalah "pragmatical" / "pragmatics" (3), dalam bahasa
sehari-hari bersinonim berguna, cocok, tepat. Bagian ketiga ini sering disebut
"pragmatisme" atau gagasan yang merujuk terutama untuk cara berpikir
filosofis seperti yang diperkenalkan oleh Peirce atau Kant. Sebuah turunan
keempat adalah "pragmatology"
(4), istilah yang digunakan berbeda dalam konteks yang berbeda dan yang
berpusat pada refleksi diri pada pemikiran pragmatis. Yang terakhir, ada "praxeologi" (5) yang mengacu
pada bidang penelitian yang didirikan oleh para peneliti Polandia dan yang
berpusat metodologi tindakan yang efisien dan arahan tindakan yang optimal. (Stachowiak: 1986).
Pragmatik
pertama-tama didefinisikan oleh seorang filsup dan juga semiotician Charles Morris yang menyatakan:
Semiotic can be distinguished into three fields of study: (1)
syntax, the study of “the formal relations of signs to one another”, (2)
semantics, the study of “the relations of signs to the objects to which the
signs are applicable”, and (3) pragmatics, the study of “the relation of signs to
interpreters”. (Morris, 1938: 6).
(Semiotika
dapat dibedakan menjadi tiga bidang studi: (1) sintaks, studi tentang
"hubungan formal tanda-tanda satu sama lain", (2) semantik, studi
tentang "hubungan dari tanda-tanda untuk obyek dimana tanda-tanda berlaku
", dan (3) pragmatik, studi tentang" hubungan tanda-tanda ke
penerjemah ").
Morris
menyatakan Pragmatik merupakan cabang dari Semiotika yang mempelajari tentang
hubungan tanda-tanda dalam konteks bacaan kepada penerjemah atau pembaca. Sebagai
contoh dari penggunaan diatur oleh aturan pragmatis, Morris mencatat bahwa "kata
seru seperti Oh!, Perintah seperti come here!, dan ungkapan seperti Good morning!” termasuk kedalam bagian
pragmatik dan berbagai perangkat
retorika atau puitis lainnya, yang hanya terjadi dalam kondisi tertentu dalam
penggunaan sebuah bahasa.
Meskipun
tidak dinyatakan secara ekspilit, risalah yang paling fokus tentang pragmatik
pada komunikasi linguistik yaitu dalam konteks. Levinson (1983), dalam bukunya "Pragmatics", menyimpulkan
bahwa meskipun masalah definisi yang paling menjanjikan adalah mereka "yang
menyamakan pragmatik berarti semantik minus', atau dengan teori pemahaman
bahasa yang mengambil konteks memperhitungkan, dalam rangka untuk melengkapi
kontribusi yang semantis membuat dengan makna". Dan ia menunjukkan bahwa
"jika seseorang benar-benar ingin tahu apa bidang tertentu berkaitan
dengan waktu tertentu, maka ia harus mengamati apa praktisi yang dilakukan".
Kontribusi untuk masalah ini adalah saksi untuk berbagai fenomena yang
dipelajari dalam pragmatics dan neuropragmatics tertentu. Namun,
sebagian besar kontribusi membatasi pragmatik untuk komunikasi linguistik dalam
konteks. Hal ini berakar pada tradisional daripada alasan teoritis.
Pragmatics is the study of those relationship between language and
the context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language.
(Levinson, 1983: 9)
(“Pragmatik
adalah studi tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang bertatabahasa, atau
dikodekan dalam struktur sebuah bahasa”).
Dari
pernyataan Levinson diatas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik mengacu pada
bahasa dan konteks dalam percakapan atau situasi tertentu dengan struktur tata
bahasa yang sesuai dengan situasi dan percakapan yang sedang atau telah
terjadi.
Gazdar (1979:2)
dalam Levinson (1983:12) mengusulkan
bahwa pragmatik memiliki topik dari aspek-aspek makna percakapan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan dengan mengacu langsung kepada kondisi kebenaran
kalimat yang diucapkan, maka ia menempatkan secara kasar bahwa Pragmatics
= Meaning – Truth Conditions (pragmatik
= makna - kondisi kebenaran). Sehingga tidak akan ada makna dalam pragmatik
jika tidak ada konteks. Konteks membantu penutur untuk mengetahui makna
sebenarnya dalam percakapan.
References
Levinson, S.
C. (1983). Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.
Morris, C. H. (1938). Foundation of the
theory of signs. In International Encyclopedia of Unified Science, Vol. 2, No.
1. Chicago: University of Chicago Press.
Stachowiak, H. (Ed.) (1986). Pragmatics. Handbook of pragmatic thought. Volume I: Pragmatic thought from the beginning to the 18th century. Hamburg: Felix Meiner Verlag.
wah saingan pak kaswan ieu mah... why you interest all about linguistic pak?
BalasHapusKarena Linguistik merupakan pembahasan yg sangat kompleks dan menarik utk dipelajari lebih mendalam.
BalasHapus