Powered By Blogger

Selasa, 08 Januari 2013

Historical Pragmatics


Pragmatik (pragmatics) berasal dari bahasa latin “pragmaticus” yakni turunan dari bahasa Yunani (pragmatikos) yang berarti “fit for action” (tepat untuk berbuat).

Salah satu makna utama dari kata Yunani “pragma” (1) dalam konteks ini sinonimnya “praksis”, bisa berarti tindakan atau lakukan. Arti sentral lainnya mengacu secara faktual dan nyata. Ini adalah makna sentral pertama yang gagasan kerjanya berorientasi "Praxis" (2) / "practical" terkait dengan bidang yang berkembang. Makna utama kedua yang berkembang adalah "pragmatical" / "pragmatics" (3), dalam bahasa sehari-hari bersinonim berguna, cocok, tepat. Bagian ketiga ini sering disebut "pragmatisme" atau gagasan yang merujuk terutama untuk cara berpikir filosofis seperti yang diperkenalkan oleh Peirce atau Kant. Sebuah turunan keempat adalah "pragmatology" (4), istilah yang digunakan berbeda dalam konteks yang berbeda dan yang berpusat pada refleksi diri pada pemikiran pragmatis. Yang terakhir, ada "praxeologi" (5) yang mengacu pada bidang penelitian yang didirikan oleh para peneliti Polandia dan yang berpusat metodologi tindakan yang efisien dan arahan tindakan yang optimal. (Stachowiak: 1986).

Pragmatik pertama-tama didefinisikan oleh seorang filsup dan juga semiotician Charles  Morris yang menyatakan:

Semiotic can be distinguished into three fields of study: (1) syntax, the study of “the formal relations of signs to one another”, (2) semantics, the study of “the relations of signs to the objects to which the signs are applicable”, and (3) pragmatics, the study of “the relation of signs to interpreters”. (Morris, 1938: 6).

(Semiotika dapat dibedakan menjadi tiga bidang studi: (1) sintaks, studi tentang "hubungan formal tanda-tanda satu sama lain", (2) semantik, studi tentang "hubungan dari tanda-tanda untuk obyek dimana tanda-tanda berlaku ", dan (3) pragmatik, studi tentang" hubungan tanda-tanda ke penerjemah ").

Morris menyatakan Pragmatik merupakan cabang dari Semiotika yang mempelajari tentang hubungan tanda-tanda dalam konteks bacaan kepada penerjemah atau pembaca. Sebagai contoh dari penggunaan diatur oleh aturan pragmatis, Morris mencatat bahwa "kata seru seperti Oh!, Perintah seperti come here!, dan ungkapan seperti Good morning!” termasuk kedalam bagian pragmatik dan berbagai  perangkat retorika atau puitis lainnya, yang hanya terjadi dalam kondisi tertentu dalam penggunaan sebuah bahasa.

Meskipun tidak dinyatakan secara ekspilit, risalah yang paling fokus tentang pragmatik pada komunikasi linguistik yaitu dalam konteks. Levinson (1983), dalam bukunya "Pragmatics", menyimpulkan bahwa meskipun masalah definisi yang paling menjanjikan adalah mereka "yang menyamakan pragmatik berarti semantik minus', atau dengan teori pemahaman bahasa yang mengambil konteks memperhitungkan, dalam rangka untuk melengkapi kontribusi yang semantis membuat dengan makna". Dan ia menunjukkan bahwa "jika seseorang benar-benar ingin tahu apa bidang tertentu berkaitan dengan waktu tertentu, maka ia harus mengamati apa praktisi yang dilakukan". Kontribusi untuk masalah ini adalah saksi untuk berbagai fenomena yang dipelajari dalam pragmatics dan neuropragmatics tertentu. Namun, sebagian besar kontribusi membatasi pragmatik untuk komunikasi linguistik dalam konteks. Hal ini berakar pada tradisional daripada alasan teoritis.

Pragmatics is the study of those relationship between language and the context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language. (Levinson, 1983: 9)

(“Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang bertatabahasa, atau dikodekan dalam struktur sebuah bahasa”).

Dari pernyataan Levinson diatas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik mengacu pada bahasa dan konteks dalam percakapan atau situasi tertentu dengan struktur tata bahasa yang sesuai dengan situasi dan percakapan yang sedang atau telah terjadi.

Gazdar (1979:2) dalam Levinson (1983:12) mengusulkan bahwa pragmatik memiliki topik dari aspek-aspek makna percakapan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan mengacu langsung kepada kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan, maka ia menempatkan secara kasar bahwa Pragmatics = Meaning – Truth Conditions (pragmatik = makna - kondisi kebenaran). Sehingga tidak akan ada makna dalam pragmatik jika tidak ada konteks. Konteks membantu penutur untuk mengetahui makna sebenarnya dalam percakapan.

References

Levinson, S. C. (1983). Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.

Morris, C. H. (1938). Foundation of the theory of signs. In International Encyclopedia of Unified Science, Vol. 2, No. 1. Chicago: University of Chicago Press.

Stachowiak, H. (Ed.) (1986). Pragmatics. Handbook of pragmatic thought. Volume I: Pragmatic thought from the beginning to the 18th century. Hamburg: Felix Meiner Verlag.

2 komentar:

  1. wah saingan pak kaswan ieu mah... why you interest all about linguistic pak?

    BalasHapus
  2. Karena Linguistik merupakan pembahasan yg sangat kompleks dan menarik utk dipelajari lebih mendalam.

    BalasHapus